Birthday Trip One Day Trip Kelor, Onrust, Cipir (3)

Setelah meninggalkan pulau kedua, Onrust. Sampailah saya di pulau ketiga, Cipir. Posisi pulau yang berdekatan membuat perjalanan penyebrangan tidak memakan waktu yang lama. Yang membuat lama adalah antrean untuk bersandar di dermaga, karena dermaganya yang relatif kecil, sehingga kapal yang mau bersandar harus bergantian.

Pulau Cipir
Pulau ketiga dan sekaligus pulau terakhir dalam one day trip ini adalah Pulau Cipir. Sedikit sejarah mengenai pulau ini. Pulau ini punya beberapa nama, antara lain Pulau Kahyangan, Pulau Kuipir, Pulau Kuyper.

Pulau ini dulunya merupakan pulau yang digunakan sebagai benteng pertahanan Hindia Belanda bersama dua pulau lainnya, Kelor dan Onrust. Maklum saja, karena memang tiga pulau ini relatif berdekatan satu sama lain.

Pulau Cipir ini pada tahun 1911-1933 juga pernah digunakan sebagai rumah sakit untuk perawatan dan karantina penyakit menular dari jemaah haji. Jemaah haji seluruh Indonesia dari dan yang akan pergi berhaji, akan dikarantinakan di pulau ini. Bangunan rumah sakitnya sendiri dibangun di tahun 1670.

Propaganda Hindia Belanda saat itu, menggunakan pulau ini juga sebagai tempat isolasi. Hindia Belanda saat itu takut pada pergerakan yang dilakukan jemaah haji pribumi setelah pulang dari berhaji, takut-takut pengaruh Islam yang diperoleh di Arab Saudi sana, dimanfaatkan untuk pergerakan setelah sekembalinya berhaji. Oleh karena itu, bagi pribumi yang diindikasikan seperti itu, tak jarang ada pribumi yang dimatikan, dengan alasan terkena penyakit menular. Malah terkadang Hindia Belanda, sengaja memberikan gelar "haji" pada orang pribumi, padahal tidak pergi berhaji, setelah pulang dari pulau ini. Itu sebabnya, gelar haji begitu 'penting' di Indonesia.


Masa kolonial pada akhirnya berakhir, pemerintahan selanjutnya, orde baru, memanfaatkan pulau ini dan fasilitasnya saat itu untuk tempat karantina bagi penderita TBC dan kusta (lepra). Dikarantina agar penyakit ini tidak menular lebih jauh.

Pada akhirnya, waktu berganti, fasilitas ini tidak lagi dipergunakan dan akhirnya terbengkalai. Bangunan tua yang tidak pernah mendapatkan sentuhan perawatan pada akhirnya pun usang dan keropos. Dan sekarang, kita hanya bisa melihat sisa puing bangunan saja, beberapa ada yang masih berdiri tegak temboknya, ada pula yang sudah rata dengan tanah. Hanya tersisa ubin dasar bangunan. Ada lagi, yang tersisa di pulau ini dan masih dipakai sampai sekrang, yaitu mesin diesel pompa air bersih, di sisi pulau ini fasilitas itu masih ada dan dipergunakan, mungkin sudah melalui proses restorasi hingga masih bisa tetap digunakan.

Bahas sejarahnya segitu aja ya, karena saya kebetulan tidak banyak eksplor tiap sudut pulau ini, karena di sini saya berpisah dengan ketiga teman baru saya itu. Saya pergi ke dermaga yang dulunya dijadikan jembatan penghubung dengan Pulau Onrust. Di sini rupanya spot untuk bermain air, kebetulan di sisi pulau yang ini ombaknya tidak begitu kencang dibandingkan sisi lainnya. Di sini ada sisi pasir pantai yang landai, jadi banyak pengunjung bermain air. Ada juga yang berfoto dan ada juga yang menunggu terbenamnya matahari. Saya termasuk ke pelaku yang terakhir ini. Sambil menonton keseruan lomba 17an yang diadakan panita trip ini.

Oh iya, ada satu lagi catatan saya. Yang patut dicatat, di sini fasilitas kamar ganti, kamar bilas atau kamar mandi atau WC itu sangat minim. Jadi, perlu waktu lama untuk mengantre sekedar buang air kecil. Ada beberapa peserta yang tertinggal dari rombongan karena baru kebagian jatah kamar ganti setelah habis bermain air. Ini harus jadi perhatian dinas terkait, jika ingin menjadikan pulau ini destinasi pariwisata untuk lingkup yang lebih luas lagi. Karena fasilitas ini sederhana tapi penting sekali.

Antrian kamar mandi

Hingga akhirnya sore hari tiba, matahari terbenam di ufuk barat. Dimulailah sesi terakhir, penerbangan lampion. Disesi ini saya hanya sebagai penikmat saja dan ambil beberapa gambar, karena saya sendiri tidak begitu setuju sih. Karena, sisa bekas lampion yang berhasil dan tidak berhasil terbang akan jadi sampah, entah jatuh dimana, pasti sisa lampion itu akan jadi sampah, lalu siapa yang bersihkan? Belum lagi, banyak yang gagal terbang, jatuh ke laut, itu akan jadi sampah bukan? Lalu, siapa yang bersihkan. Toh sehabis sesi ini, semua orang sibuk memulangkan diri. Ironis sih, kenikmatan pribadi tapi merugikan alam. Tapi tampaknya, tidak ada yang berpikir ke arah sana.


Sesi lampion usai, tiba dipenghujung acara. Semua peserta berkumpul untuk menunggu panggilan ke kapal masing-masing. Karena dermaganya tidaklah besar, maka harus antre satu per satu.


Perjalanan kembali ke Jakarta berjalan baik, disertai ombak dan angin malam ala laut yang relatif kencang. Beberapa kali kapal yang saya tumpangi terombang-ambing ombak, seru, kaya main ombak banyu. Kebetulan, kapal yang saya tumpangi ini tidak begitu bagus mesinnya, jadi lajunya lambat, bahkan tertinggal dari kapal-kapal lain. Perjalanan pulang sedikit lebih lama, mungkin karena arus air dan angin laut yang kencang. Sekitar jam 9an kami sampai juga di dermaga kamal. Akhirnya kaki ini kembali menginjak daratan Jakarta.

Kembali ke Depok
Nah, sampai daratan. Yang dipikirkan adalah bagaimana kembali ke rumah masing-masing. Saya dan teman-teman baru saya memang sempat terpisah saat mau pulang tadi, tapi setelah di darat kami ketemu lagi, ya maklum saja kami satu kapal, karena gelap jadi tidak bisa lihat satu sama lain.

Salah satu dari teman saya itu coba book transportasi online, tapi ratenya tinggi. Akhirnya pelan-pelan jalan ke spot yang ada akses transportasinya. Ternyata, di sini memang sulit untuk transportasinya kalau sudah malam, angkot pun tidak ada. Akhirnya, ada satu mobil omprengan yang bisa menghantar kami ke stasiun terdekat, biayanya 15K, ya daripada repot, harga segitu tidak apalah. Namun, satu mobil ukuran Ekspas bisa diisi 13 orang berikut supir. Ya, mau gimana lagi, sudah larut malam, tidak mungkin menunggu lebih lama. Karena kami juga harus mengejar kereta ke arah Depok dari Stasiun Rawa Buaya. Akhirnya, kami tiba di Stasiun Pondok Cina. Di sini kami berempat berpisah, teman-teman baru saya itu lanjut naik ojek online ke arah Kalisari dan saya lanjut jalan kaki ke kosan.

Trip birthday saya akhirnya selesai sampai di sini. Hmm, perjalanan satu hari yang melelahkan, cukup menyenangkan sih, setidaknya saya jadi punya pengalaman. Sekian dulu catatan saya kali ini, lain waktu lanjut di trip lainnya.cpr

Posting Komentar

0 Komentar