Film: Cek Toko Sebelah

Penasaran ketika minggu lalu saya baca berita entertain di portal berita online nasional, menceritakan paspampres yang siaga menemani RI1 beserta keluarga, ikut nonton bersama di Botani Square, Bogor. Pak Jokowi dan keluarga nonton apa ya? Usut punya usut, ternyata Pak Jokowi itu nonton film Cek Toko Sebelah, karya Ernest Prakasa (yang juga anak komika) dan Jenny Yusuf dengan pengembangan cerita dari Meira Anastasia (istri dari Ernest), yang mana di dalam film tersebut anak Pak Jokowi muncul berperan sebagai cameo.

Minggu lalu, saya juga ingin menontonnya, bertepatan libur panjang, tetapi karena animo penonton saat itu terlalu tinggi, jadi hiruk pikuk, jadi saya urungkan, baru hari ini saya punya kesempatan untuk menontonnya, sekaligus mengobati rasa penasaran saya.
Sumber: Google.com
Secara umum dan khusus, film ini bagus, layak ditonton dan recommended. Film yang bertema drama komedi keluarga, membawa pesan moral yang baik, bagi nilai-nilai keluarga dan bermasyarakat. Sangat cocok dirilis ditengah kondisi masyarakat yang “agak” sensitif di tengah perbedaan saat ini. Film ini juga bisa jadi hiburan, ditengah suasana panas menjelang pilkada, terutama untuk pilkada DKI Jakarta, yang santer dengan isu SARA.

Film ini menceritakan tentang keluarga keturunan Thionghoa, yang sudah tinggal lama di Jakarta. Dimana sang ayah dan ibunya sejak awal merintis toko kelontong kecil-kecilan, hingga menjadi toko kelontong yang mampu memperkerjakan karyawan lebih dari 2-6  orang. Keluarga kecil ini punya dua orang anak laki-laki, dimana anak pertamanya tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang “agak” pemberontak, namun sebenarnya adalah anak yang baik, meski karir pekerjaannya tidak sebaik adiknya, yang mapan sebagai karyawan penting di perusahaan swasta. Namun ibunya sudah meninggal lebih dulu, jadi hanya tinggal mereka bertiga (ayah dan dua anak laki-lakinya).

Kedua anaknya sudah punya kehidupan masing-masing. Si kakak sudah berkeluarga, hidup bahagia bersama istrinya sambil merintis usaha yang dicita-citakan bersama. Si adik sendiri sibuk meniti karirnya di perusahaan swasta, targetnya adalah menjadi orang penting di area asia pasifik di perusahaan dimana dia bekerja. Sedangkan ayahnya sendiri sibuk mengelola toko kelontongnya, bersama beberapa karyawan-karyawannya yang unik.

Yang membuat film ini menarik dan tampak tidak dibuat-dibuat, adalah karena pemilihan aktor-aktornya. Biasanya kan film layar lebar selalu menampilkan artis-artis terkenal di semua posisi baik antagonis, protagonis maupun pemeran figuran. Tapi tidak di film ini, film ini justru diisi dengan muka-muka baru, yang justru muka baru inilah yang buat film ini berasa natural, seperti apa adanya, seperti kejadian sebenarnya yang terjadi sehari-hari. Mereka ini adalah artis-artis stand up comedy yang lebih dikenal komika. Mereka bukan komika senior, seperti angkatan Panji dkk, tetapi mereka komika-komika junior, yang ternyata akting mereka itu natural banget dan membuat film ini menarik, dan buat penonton terhibur.

Aktor dan aktris di peran utama ada Ernest Prakasa sekaligus sutradara dan penulis film ini (sebagai Erwin anak kedua), Gisella Anastasia Suryanto (sebagai Natalie, pacar Erwin), Dion Wiyoko (sebagai Yohan, anak pertama), Adinia Wirasti (sebagai Ayu, istri Yohan) dan Chew Kin Wah (sebagai Koh Afuk). Di samping itu menampilkan juga Tora Sudiro (sebagai Robert, perwakilan developer), Asri Welas (sebagai atasan Erwin), Yeyen Lidya (sebagai Anita sekertaris Robert, yang menjadi daya tarik sensual tersendiri di film ini).

Oh iya, sosok sang ayah yang diperankan Chew Kin Wah ternyata adalah aktor dari negeri Jiran Malaysia, yang juga pernah bermain di film My Stupid Boss berperan sebagai salah satu pegawai dari bos yang bodoh. Pantas, ketika melihat si ayah ini, sepertinya kenal. Aktor kungfu bukan, siapa ya, ternyata oh ternyata dia salah satu pemeran karyawan di film yang tidak kalah bagusnya My Stupid Boss.

Aktor dan aktris lainnya yang membuat film ini menarik adalah adanya 20 anak-anak komika yang dikomandoi Dodit Mulyanto (ya dia ini angkatan senior setelah Panji sih kayanya) dan anak-anak youtubers. Kemudian ada juga Yudha Keling dan beberapa komika lain yang saya baru lihat penampakannya (maklum jarang nonton stand up comedy). Oh iya, ditambah cameo yang relatif singkat dari Kaesang Pangarep, yang muncul di awal film sebagai supir taxi. Saya pikir Kaesang bisa muncul dibeberapa scene, tapi sampai akhir cerita saya tidak menjumpai penampakan Kaesang lagi #sayang.

Cerita film ini sebenarnya sederhana, diambil dari kehidupan sehari-hari yang terjadi di masyarakat, terutama di keluarga Thionghoa. Dimana jiwa bisnis/ berwiraswasta sangat kental dalam darah mereka. Harapan sang ayah, agar anaknya dapat melanjutkan usaha keluarganya. Namun permasalahan muncul ketika sang ayah tidak begitu percaya pada anak pertamanya yang seharusnya mendapat bagian lebih dulu untuk meneruskan warisan usaha ini, dibandingkan dengan anak keduanya yang lebih sukses dalam pekerjaan. Di sinilah terjadi konflik diantara mereka (kakak beradik), kekecewaan sang ayah ketika si anak yang dipilih ‘berat’ untuk menerima tanggung jawab meneruskan usaha sang ayah. Sedangkan anak pertama yang sedang berusaha berubah menjadi lebih baik, ingin ambil dalam peran itu, tapi sang ayah tidak mempercayainya.

Dibumbui juga dengan nilai moral positif yaitu persaingan usaha yang sehat antara pengusaha kelontong pribumi yang letak tokonya bersebelahan dengan toko sang ayah. Di sini ada nilai positif yang bisa diambil, persaingan sehat itu tidak dibedakan oleh perbedaan SARA, siapapun itu bersaing sehat adalah sebuah keharusan dalam hidup bermasyarakat ketika berusaha menjadi yang terbaik. Nilai moral lainnya adalah bagaimana kekerabatan kakak dan adik yang mampu menyelesaikan konflik dengan cara yang baik. Kemudian sosok pendamping (istri/ pacar) yang baik, berperan mendukung suami dalam segala keputusannya, bahkan ketika dalam keadaan terpuruk ditengah kegalauan. Kepercayaan dalam menjalin relasi suatu hubungan suami istri dikedepankan. Sungguh nilai yang patut dicontoh di kehidupan sekarang ini, dimana suami istri sepertinya sulit untuk saling mendukung satu sama lain. Nilai moral lainnya adalah, bagaimana menghargai wanita dengan berkaca pada keluarga kita sendiri. Ini terjadi ketika adegan Tora Sudiro yang berperan sebagai bos dari Yeyen memukul pantat Yeyen. Hal ini menunjukan perilaku pelecehan terhadap wanita. Sang ayah, berkomentar apakah apakah anda punya anak perempuan? Bagaimana jika anak perempuan anda diperlakukan demikian? Percayalah hukum karma itu ada, apa yang kita tanam itu yang kita tuai. Kemudian catatan saya lagi tentang film ini, meskipun dalam film ini memberi bumbu sensual dari tokoh Yeyen Lidya, namun Ernest mampu membuat film tidak hanya menonjolkan sensualitas semata seperti film horor mesum atau film komedi mesum lain. Ini nilai positif yang bisa dicontoh sineas lain.

Sebenarnya sih ada banyak nilai moral yang bisa dipetik dari film ini, namun berhubung banyak yang lupa detailnya, jadi yang saya catat di atas ya yang ingat-ingat saja. Tapi secara umum, film ini bagus, cocok untuk ditonton bersama keluarga (hmm, tapi yang sudah cukup umur saja ya #saransaya). Supaya nilai moral film ini tersampaikan dengan baik.

Untuk lebih lengkapnya, yang belum nonton, segera nonton gih. Bagus koq, dijamin tidak menyesal. Kabar baik tentang film ini, dari hasil penayangannya, film ini berhasil  masuk TOP 10 film Indonesia terlaris di 2016, ya sepertinya memang layak mendapatkannya dan saya setuju akan hal ini. Selamat buat Ernest dkk, yang mampu menyajikan hiburan menarik dan menyampaikan pesan-pesan positif melalui film Cek Toko Sebelah. Semoga kedepannya, akan selalu ada film-fim bermutu, untuk memperkaya galeri theather di Indonesia, syukur-syukur dapat diekspor ke negara tetangga. Selamat sekali lagi buat Cek Toko Sebelah. Cpr.

Posting Komentar

0 Komentar