Persiapan Warung Transit Kaki Lima Menjelang Arus Mudik

Apa saja diusahakan dalam rangka memanfaatkan peluang mendulang rupiah sebelum perayaan hari raya. Itulah yang coba dilakukan banyak orang, terutama mereka yang mempunyai jiwa dagang, ya setidaknya untuk mereka yang mencoba usaha skala kecil. Usaha seperti ini tidak membutuhkan modal yang besar, hanya modal nekad saja. Usaha seperti ini juga bisa dibilang hanya musiman, terutama ya menjelang arus mudik. Usaha yang saya maksud adalah usaha warung-warung transit kaki lima di pinggiran jalan rute arus mudik, jalur pantura.

Menarik buat saya mengamati fenomena ini. Sebenarnya saya sudah sering melihat yang semacam ini ketika saya mulai mengenal yang namanya arus mudik, ya waktu saya masih berkuliah. Ketika musim libur hari raya Idul Fitri, kebanyakan orang akan mudik pulang ke kampung halaman, termasuk mahasiswa melakukan itu. Kebetulan kampus saya dulu ada di tengah pulau Jawa, di Propinsi Jawa Tengah, di Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Ketika arus mudik saya juga ikut merasakan yang namanya arus mudik, meski ketika saya mudik ke kampung halaman saya di Kota Cirebon, saya berlawanan dengan arus mudik yang berasal dari arah barat menuju timur. Meski begitu tidak mengurangi esensi mudik itu sendiri, toh jalan yang kami lalui hanya itu-itu saja.

Ada yang menarik ketika menikmati arus mudik dengan kendaraan pribadi, yang saya alami adalah dengan sepeda motor. Di kiri-kanan jalan rute mudik, pasti banyak terdapat warung-warung kaki lima kecil, berupa warung makan atau sekedar warung kopi, warung ngaso, warung pijat, warung tambal ban atau bengkel dll. Banyak sekali warung kaki lima yang menjajakan jasanya di pinggiran jalan yang dijadikan rute mudik utama. Yang saya amati ketika beberapa kali arus mudik dari tahun 2004 hingga 2009, terutama di rute Purwokerto, Kabupaten Banyumas menuju Kota Cirebon pengusaha warung macam ini semakin meningkat. Hal ini membuat jalan sepanjang rute mudik semakin ramai, sehingga pengguna jalan tidak perlu khawatir melakukan perjalanan baik siang atau malam, karena suasana kiri-kanan jalan selalu ramai, setidaknya ada orang yang bisa dijumpai di kiri-kanan jalannya.

Hal yang sama juga saya temui ketika sudah masuk ke jalur pantura, selepas Pejagan, Brebes. Di sana jalurnya hanya lurus saja, tetap saja pengusaha warung-warung transit kaki lima berjejer, dengan jarak yang cukup bervariasi. Mereka ini nampaknya fleksibel, maksudnya begini, ketika arus mudik sebelum hari raya, warung-warung transit kaki lima lebih banyak berjejer di sisi kiri jalan rute mudik dari barat menuju timur. Nanti setelah memasuki arus balik, warung-warung transit kaki lima itu akan lebih banyak berjejer di sisi kanan jalan rute mudik dari timur menuju barat. Meski ada juga pengusaha warung-warung transit kaki lima yang memilih menetap di posisi ketika sebelum arus mudik.

Inilah peluang usaha yang pengusaha-pengusaha kecil ini coba manfaatkan. Keuntungan finansial bisa mereka peroleh dengan menawarkan jasa kepada pengguna jalan yaitu pemudik, baik pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi motor maupun mobil. Minimal mereka sekedar menjajakan makanan, minuman ringan untuk cemilan sepanjang perjalanan, atau ada juga yang menjual makanan khas dimana warung tersebut berada. Keuntungan yang lebih besar akan mereka peroleh apabila jalur mudik yang dilalui itu merupakan jalur macet. Karakeristik jalur pantura ketika macet parah, kendaraan akan berhenti tidak bergerak sama sekali. Suasana inilah yang sangat dimanfaatkan pengusaha-pengusaha warung transit kaki lima, dengan menggunakan jasa pedagang asongan, mereka bisa menjajakan jualannya ke pengguna jalan yang jenuh karena macet parah.

Saya pernah mengalami hal serupa. Ketika mudik di tahun 2011. Perjalanan yang saya tempuh dari Jakarta menuju Cirebon memakan waktu hingga 20 jam. Macet terparah ketika baru keluar tol, masih tak jauh dari wilayah Jakarta. Macet yang berjam-jam membuat rasa jenuh yang luar biasa. Ketika ini saya melihat banyak pedagang asongan yang berkeliaran di sekitar kendaraan pemudik yang berhenti. Saya yakin dari kesulitan yang dialami pemudik karena macet ini menjadi keuntungan bagi pedagang-pedagang itu.

Nah di arus mudik tahun 2013 ini, kebetulan saya berada di Cirebon. Saya sempat berkeliling ya sekedar jalan-jalan di wilayah Kota Cirebon, terutama di jalur yang akan dilintasi pemudik di tahun 2013 ini, terutama jalur yang melintasi wilayah Kota Cirebon. Saya mengamati pengusaha warung transit kaki lima ini mulai memasang plot atau kapling-kapling usahanya diberbagai titik, meski arus mudik masih sekitar dua minggu lagi. Kapling ini ditandai dengan tali rafia atau sudah dibuatkan tenda semi permanen dari kayu dan bambu. Mereka memanfaatkan lahan-lahan kosong di sisi kiri-kanan jalan yang akan dilalui pemudik. Pastinya untuk membuat warung-warung itu mereka tidak ijin kepada siapa pun, asalkan mereka penduduk sekitar itu sudah jadi modal cukup. Mereka pun saya yakin tak membayar retribusi, karena yang jelas kepada siapa harus membayarnya. Nah, yang pasti mereka akan ditagih oleh segelintir orang untuk 'uang keamanan', itu yang biasa terjadi. Semacam pungutan liar yang biasa dilakukan preman-preman sekitar dimana warung transit kaki lima didirikan.

Semakin mendekati hari H arus mudik, bentuk dari warung-warung itu akan semakin jelas, terutama sudah dilengkapi atap dan alas, baik dengan terpal atau sekedar tikar. Ditemani meja dan dagangan yang akan mereka jual. Semua sudah lengkap biasanya seminggu menjelang arus mudik. Fasilitas penerangan juga mereka siapkan, entah dari mana mereka mengambil listrik, tapi yang jelas mereka mengusahakan segalanya untuk memanfaatkan peluang mendapat pemasukan lebih untuk THR mereka.

Pemudik juga pastinya terbantu dengan adanya warung-warung transit kaki lima ini. Secara tidak langsung menjadi teman sepanjang perjalanan dan menjadi pemasok kebutuhan selama perjalanan meski banyak juga mini market, tapi ketika mereka butuh sesuatu ketika itu juga, pemudik bisa berhenti atau sekedar beristirahat di warung-warung transit kaki lima tersebut. Harapannya, mereka pemilik warung transit kaki lima bisa menjaga kebersihan di pinggir jalan dimana mereka berjualan. Terutama setelah arus mudik berakhir (arus balik), mengembalikan fungsi kiri-kanan jalan seperti sedia kala adalah tanggung jawab mereka, jangan sampai sisa sampah atau tenda yang telah mereka bangun hanya dibiarkan teronggok begitu saja. Mereka juga harus membayar biaya atas keuntungan yang mereka terima selama arus mudik dengan memegang teguh tanggung jawab tersebut.

Sekian catatan saya yang bisa saya berikan menjelang arus mudik di hari raya tahun 2013 ini. Saya mau melihat sejauh mana catatan saya ini relevan di tahun-tahun yang akan datang, dan setidaknya ini jadi bahan catatan yang bisa saya sampaikan. Semoga informasi ini bisa bermanfaat. (^_^)?

Posting Komentar

0 Komentar