Harga Komoditas Bahan Pangan di Indonesia Tak Pernah Stabil

Indonesia oh Indonesia, negeri yang katanya dikenal sebagai negeri agraris. Seperti itu yang saya ketahui ketika saya mulai mengenal bangku pendidikan. Negeri dimana saya tinggal ini dianggap sebagai negeri agraris, dimana sektor pertanian adalah potensi terbaik yang bisa dikembangkan sebagai modal pembangunan bangsa ini. Tidak hanya itu, Indonesia juga punya potensi-potensi lain yang potensial untuk dikembangkan karena letaknya Indonesia yang strategis sebagai negeri tropis yang berada di lintang katulistiwa.
Dulu Indonesia dikenal mampu memenuhi kebutuhan sektor pangannya, ketika itu Indonesia mampu swasembada pangan, terutama untuk komoditi beras. Namun semua itu hanya sejarah yang bisa dikenang. Kini untuk komoditas pangan Indonesia yang katanya subur ini justru tergantung dari produk impor. Ironis sekali kalau dilihat, seperti peribahasa "ayam bertelur di lumbung pafi mati kelaparan".
Prihatin memang jika membaca berita akhir-akhir ini. Beberapa waktu lalu harga daging sapi melambung tinggi, sampai para penjual daging harus melakukan mogok untuk menjual produk daging. Di keadaan normal saja harga daging tidak mampu dipenuhi sebagian masyarakat Indonesia yang relatif kurang mampu, apalagi sampai harganya melambung tinggi. Apakah daging tidak boleh dikonsumsi masyarakat dengan ekonomi lemah? Sedih sekali, pasokan gizi penting untuk masyarakat terpaksa tidak bisa dipenuhi. Tak lama, ada politisi wakil rakyat yang terkait kasus impor daging menambah miris lagi.
Belum selesai masalah daging tadi, sudah ada masalah kenaikan harga komoditas lainnya, yaitu bawang. Karena pasokan bawang merah dan putih langka, harganya akhirnya melambung tinggi melebih harga daging. Waduh, semakin pusing lagi masyarakat kita dibuatnya. Ternyata, bawang langka karena masalah distribusi bawang yang kurang baik. Pasokan bawang selama ini dibantu dari impor, karena pasokan bawang lokal tak mampu memenuhi kebutuhan nasional. Pasokan dari impor pun terkendala di masalah dokumen impor, sehingga bawang dari luar negeri tertahan di pelabuhan. Inilah yang jadi masalah kenapa bawang langka di pasaran ketika itu.
Belum tuntas soal harga bawang yang melambung tadi, kini harga cabe rawit juga melambung. Seakan-akan terjadi efek domino pada barang komoditas holtikultura. Entah bagaimana solusi pemerintah terhadap masalah ini. Sepertinya manajemen pertanian di negeri ini sungguh semrawut. Bagaimana negara ini mau maju menatap ke depan, apabila mengurusi masalah ketahanan pangan dalam negeri tidak becus. Masalah-masalah ini semakin mencoreng kinerja pemerintahan saat ini. Besok-besok komoditas apa lagi yang akan mengalami kenaikan harga? Kita tunggu saja. (*_*)?


Posting Komentar

1 Komentar

  1. Indonesia2x, baru beberapa komoditas harganya melambung, kini ada lagi komoditas tani yang mengalami kenaikan harga, yaitu petai dan jengkol. Yang kita tahu makanan ini jadi makanan rakyat di warung-warung kecil. Namun ternyata harga bahan makanan ini harganya menyaingi harga daging. Weleh3x ... :(
    Kenaikan harga ini disebabkan oleh kelangkaan komoditas tersebut, karena pengaruh alam, keterlambatan panen membuat stok komoditas itu langka. Begitulah kata pemangku kebijakan terkait. Kalau dilihat dari penjelasan ini sih kembali rakyat dipaksakan untuk memahami. Seharusnya hal ini membuat pemerintah berpikir, bagaimana kedepannya untuk mencegah hal-hal semacam ini, apalagi kenaikan harga terjadi pada komoditas kebutuhan masyarakat kecil.

    Untuk kedepannya, komoditas apa lagi yang ikutan mau "tenar", naik harga. Kita tunggu saja.

    BalasHapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6