Demokrasi Investasi Calon Elit Penguasa dalam Pemilu

pemilu hanya dijadikan ajang komoditas investasi
Pemilu atau pemilihan umum merupakan pesta demokrasi. Bagi negara demokrasi seperti Indonesia, pemilu wajib hukumnya, karena pemilu dijadikan sebagai ajang penumpahan atau pelimpahan suara rakyat. Makna demokrasi sendiri adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Wajarnya pesta demokrasi dijadikan ajang pemilihan figur  dan partai politik  terbaik yang memang dapat bekerja sesuai prinsip demokrasi yang ideal.
Pemilu seperti pilpres, pilkada provinsi, kota/ kabupaten idealnya dijadikan sarana berdemokrasi dengan baik dan benar. Namun kenyataannya pemilu hanya dijadikan salah satu komoditas investasi, baik investasi segi finansial dan kekuasaan. Pada dasarnya, pemilu itu lebih  kependelegasian wewenang kekuasaan. Karena rakyat memilih figur dan partai politik untuk mewakili suara serta aspirasinya dalam menjalankan kekuasaan secara baik dan benar. Belakangan ini saya melihat bahwa pemilu hanya dijadikan ajang komoditas investasi saja.
Investasi lebih berhubungan dengan uang. Maka wajar bila sering ada sebutan politik uang, ya karena memang benar perpolitikan yang ada selalu dibumbui dan dibangun atas dasar uang. Dengan uang semuanya bisa dianggap lancar. Investasi lainnya yang saya jadikan catatan adalah investasi kekuasaan pun pada nantinya akan berhubungan dengan uang juga. Jadi ujung-ujungnya pesta demokrasi yang harusnya punya dampak positif bagi semua orang, hanya  dinikmati sebagian orang saja terutama mereka yang berpikiran bahwa itu semua adalah bentuk investasi. Saya yakin pada awalnya mereka tidak berpikir demikian, namun praktek di lapangan menunjukan hal tersebut. Saya melihat dari apa yang terjadi.
Pengertian investasi adalah penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan (pengertian ini menurut kamus besar bahasa Indonesia). Dari pengertian investasi itu ada beberapa hal yang perlu dijadikan catatan, yaitu investasi adalah bentuk penanaman uang atau modal, kemudian investasi ditujukan untuk memperoleh keuntungan.
Seperti yang sudah saya paparkan sebelumnya, pemilu sekarang dijadikan ajang investasi. Karena dalam pemilu sekarang ini selalu diselipi motif investasi, karena di dalamnya ada syarat bentuk penanaman uang atau modal dan ada tujuan untuk mencari keuntungan. Hal ini jelas bertolak belakang dengan nilai-nilai pemilu yang ideal.
Calon-calon yang terlibat dalam pesta demokrasi selalu dipersyaratkan dengan modal tertentu. Bak calon pengusaha, segala sesuatu harus dengan modal. Calon yang punya uang serta kemampuan finansial baik akan dapat tempat yang "empuk" untuk pencalonannya. Tak hanya uang, hal lain yang dianggap sebagai modal adalah poluratas (artiisme) juga menjadi hal yang tak terlupakan. Sebaliknya calon tak bermodal, dan hanya bermodalkan integritas, kejujuran, dan aksi untuk bekerja keras tidak masuk hitungan, bahkan disepelekan. Mereka ini dianggap tidak menghasilkan apa-apa, karena prinsip investasi tadi.
Modal yang telah mereka keluarkan selama proses perpolitikan itu harus dibayar dengan keuntungan tertentu. Setelah kekuasaan berhasil mereka raih, mereka harus memanfaatkan apa yang sedang mereka miliki (kekuasaan) untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan, syukur-syukur ada keuntungan lebih yang bisa disimpan atau digunakan untuk modal di pesta demokrasi periode berikutnya, atau untuk membantu menyokong modal bagi partai politik pengusungnya dahulu.
Lihat saja, berapa banyak calon-calon penguasa yang berlatarbelakang pengusaha, cukup banyak.  Kesalahan terbesar dari mereka adalah prinsip demokrasi investasi mereka anut. Sangat jarang dari mereka yang murni menjunjung nilai demokrasi yang sebenarnya. Kemampuan finansial dan popularitas yang dimiliki justru dimanfaatkan untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompoknya saja, bukan semata-mata dari, oleh, dan untuk rakyat yang telah memilihnya. Mereka tidak sadar, bahwa sebenarnya rakyatlah yang harusnya merasakan manfaat keuntungan dari investasi mereka itu.
Contoh nyatanya cukup banyak, lihat saja pemimpin-pemimpin daerah, baik tingkat provinsi dan kabupaten/ kota. Jarang sekali ada pemimpin yang benar-benar menjalankan prinsip demokrasi dengan baik. Yang ada malah perebutan calon-calon yang bermodal besar untuk ditarik kesana dan kesini (oleh partai). Karena mereka dianggap sebagai potensi untuk pundi-pundi modal membangun demokrasi investasi.
Hal ini tidak pantas ditiru dan harusnya dibuang jauh-jauh. Untuk memperoleh sesuatu tidak bisa dipungkiri memerlukan modal, namun ada baiknya modal ini dimanfaatkan untuk keuntungan orang banyak, dan bukan hanya menguntungkan sebagian orang dan kelompok tertentu saja. Apa yang terjadi di negeri ini tidak akan hilang bila aturan yang mengatur itu semua tidak dirubah. Kewenangan untuk merubah jelas ada di tangan mereka yang berkuasa dan memegang prinsip demokrasi investasi tersebut.
Mulailah dari sekarang untuk mempunyai modal pribadi yang baik, berintegritas, jujur, semangat pekerja keras, mau berkorban serta memiliki jiwa kepemimpinan yang mau turun ke bawah. Modal inilah yang seharusnya dimiliki oleh calon-calon penguasa di negeri ini. Karena dengan modal positif yang mereka miliki itu cukup untuk menggalang modal bersama rakyatnya untuk mencapai tujuan keuntungan bersama rakyatnya pula. Memang jelas langka pemimpin macam demikian, merekalah "manusia setengah dewa". Tetapi apa salahnya jika kita berbuat demikian, justru apa yang kita buat ini secara tidak langsung adalah investasi hidup, untuk nanti di akherat, dimana nanti kita diadili oleh Yang Maha Kuasa. Toh, semua modal dan keuntungan yang kita peroleh di dunia tidak akan berarti apa-apa di akherat nanti, bila tidak kita manfaatkan untuk membantu dan menolong sesama. Mari kita berubah sekarang sebelum kita menyesal pada akhirnya. Cpr.



Posting Komentar

0 Komentar