Premium atau Pertamax | Pilih Mana?

Semenjak kenaikan harga minyak dunia akibat krisis keamanan di timur tengah, harga bahan bakar (BBM) dalamnegeri pun ikut terpengaruh. Wajar saja terpengaruh, karena sebagian besar minyak mentah yang ada di Indonesia merupakan hasil impor meskipun Indonesia punya sumberdaya untuk itu.
Harga minyak dunia yang semakin melambung itu pada akhirnya membebani APBN, karena di Indonesia BBM jenis premium merupakan BBM yang mendapat subsidi dari pemerintah. BBM jenis inilah yang dikenal sebagai bahan bakarnya rakyat. Akhirnya muncul wacana kenaikan harga jual premium ini karena beban subsidi pada bahan bakar jenis ini akan dikurangi. Pemerintah menganggap subsidi yang dikeluarkan tidak lagi tepat sasaran, penyimpangan peruntukan pun kerap dimanfaatkan oknum mafia minyak untuk meraup keuntungan. Walau pada akhirnya wacana kenaikan premium ini dibatalkan dan pemerintah dipaksa berpikir cerdas mencari jalan keluar lain.
Di Indonesia ada beberapa jenis bahan bakar selain premium. Ada pula pertamax yang diperuntukan untuk bahan bakar mesin bensin. Ada pula solar yang diperuntukan untuk mesin diesel. Kalau solar, harganya masih mendapat subsidi pemerintah, sama seperti premium. Kalau pertamax ini merupakan contoh BBM yang harganya mengikuti perkembangan pasar minyak dunia. Jadi tidak ada harga pasti seperti premium yang selalu dipatok Rp 4.500,- per liter. Pertamax ini harganya ada di kisaran Rp 9.000,- sampai Rp 9.700,- atau bisa saja lebih dari itu kalau harga minyak dunia terus melambung tinggi.
Wajar saja kalau melihat harga yang relatif berbeda jauh memungkinkan oknum tertentu memainkan margin harga yang ada. Subsidi yang seharusnya untuk mereka yang tidak mampu akhirnya tetap juga bisa dinikmati mereka yang secara ekonomi lebih mampu. Bisa dilihat ketika di SPBU, mobil-mobil pribadi kelas menengah keatas kerap menenggak premium yang nota bene diperuntukkan bagi yang tidak mampu. Melihat situsi macam ini pemerintah yang dipaksa memikirkan solusi lain untuk tidak mengurangi subsidi akhirnya pemerintah mencoba melakukan pendekatan psikologis dengan iklan layanan masyarakat dan menggunakan paksaan bagi para pejabatnya untuk menggunakan BBM yang tidak disubsidi yaitu pertamax.
Nah, kini bagi kendaraan yang bermesin bensin punya pilihan bahan bakar yang bisa dipergunakan. Untuk pertamax dengan harga yang relatif mahal dibandingkan premium, punya kualitas yang menyesuaikan dengan harganya. Pertamax mempunyai kadar oktan yang lebih baik, sehingga dianggap memang lebih ramah lingkungan serta membuat pembakaran pada mesin lebih sempurna sehingga untuk mesin jauh lebih baik menggunakan bahan bakar jenis ini. Meski begitu, menggunakan premium juga tidak haram bagi mesin bensin. Dikatakan haram apabila mereka yang jelas mampu menggunakan pertamax malah menggunkan premium.
Bagi saya, memakai premium atau pertamax mana saja tidak masalah. Hanya ada catatan tertentu yang dijadikan alasan untuk memilih. Pertama itu adalah soal keadaan ekonomi. Kedua, memang kebutuhan mesin diharuskan menenggak pertamax. Ketiga, adalah kesadaran.
Keadaan ekonomi jelas jadi pertimbangan, jelas saja, lihat perbedaan harganya yang dua kali lipat lebih mahal. Bagi saya yang kerja di lapangan sehari-hari, bila menggunakan pertamax bisa-bisa dompet saya 'jebol', biaya operasionalnya tidak impas. Kalau pengasilannya memungkinkan, jelas pertamax jadi pilihan, mengingat kualitas dan harga tidak pernah bohong. Kedua, soal kebutuhan mesin. Bila memang kendaraan yang kita gunakan mengharuskan mengkonsumsi pertamax mau tidak mau hal itu dilakukan. Takutnya apabila mengkonsumsi premiun (yang tidak seharusnya), efek performa tidak maksimal pada kendaraan kita bisa jadi kendala. Ketiga yang menurut saya jadi catatan untuk menggunakan premium atau pertamax adalah kesadaran. Kebanyakan memang masyarakat kelas menengah ke atas tidak punya kesadaran. Meski keadaan ekonomi mereka mampu, mereka tetap saja menggunakan subsidi yang peruntukannya bukan untuk kalangan mereka. Ini yang dimaksud pemerintah sebegai subsidi yang tak tepat sasaran.
Pemerintah tetap pada pendiriannya, akan mencoba mengurangi subsidi BBM ke depannya. Pemerintah mencoba mengajak warga negaranya untuk menggunakan BBM yang tanpa subsidi. Pemerintah sepertinya tidak akan pandang bulu soal ini, entah rakyat kecil atau kelas atas semuanya akan mulai dipaksa menggunakan BBM non subsidi. Pertanyaannya apakah rakyat kita mampu? Yang terjadi justru adalah ekonomi biaya tinggi. Pemerintah belum mampu mengatasi ekonomi biaya tinggi dari pungli yang terjadi selama ini, malah mengatasi masalah dengan menambah masalah baru. Sebenarnya hal ini bukan solusi yang baik dan benar. Solusi yang hanya terkesan kepraktisan saja.
Tahun 2013 ini da wacana untuk wilayah DKI Jakarta, dalam rangka mengurangi kepadatan di Jakarta serta mengurangi beban subsidi dari konsumsi BBM subsidi, pemerintah akan mengurangi bahkan tidak akan menjual sama sekali BBM subsidi di wilayah DKI Jakarta. Kalau saya lihat sih konsumsi BBM subsidi di Jakarta jelas lebih besar dibandingkan dengan daerah lain. Bukan karena jumlah kendaraan yang banyak sajam tetapi juga karena tingkat kemacetan yang tinggi di Jakarta membuat bahan bakar kendaraan lebih banyak terbuang percuma, inilah yang menyebabkan konsumsi lebih.
Saya pribadi sih jelas dengan adanya rencana pemerintah ini menjadi sedikit berpikir, bagaimana dengan biaya operasional yang harus saya keluarkan jika harus mengkonsumsi BBM non subsidi? Bisa bangrut dompet saya. Secara saya setiap hari ada di jalan, berkeliling yang jelas membutuhkan bahan bakar. Mungkin saya harus mensiasati hal ini mulai dari sekarang.
Saya sendiri kalau menggunakan BBM non subsidi merasa seperti ada kebanggaan tersendiri. Bangga kenapa? Karena saya juga bisa membantu pemerintah dalam rangka pemerataan subsidi, kemudian jika saya menggunakan BBM non subsidi menunjukan bahwa tingkat ekonomi saya jauh lebih baik. Kemudian juga, bila menggunkan bahan bakar non subsidi perilaku berkendara kita jauh lebih baik, seperti tidak boros, tidak berlaku ugl-ugalan di jalan, mengingat bahan bakar yang digunakan diperoleh dengan harga yang tidak murah. Itu yang saya rasakan ketika menggunakan BBM non subsidi. 
Jadi, sekarang mau pilih mana premium atau peramax ya kembali ke pribadi masing-masing. Kesadaran pribadilah yang lebih dikedepankan. Toh, pemerintah sejauh ini belum sepenuhnya memaksa, bagi yang mampu ya tau diri lah menggunakan pertamax, bagi yang belum mampu sudah menggunakan pertamax berarti itu kebanggaan tersendiri. Nah, mudah-mudahan, perilaku kesadaran itu juga membantu kita lebihh berhemat bahan bakar, tidak melihat bahan bakar apa yang kita gunakan, meski memakai bahan bakar yang murah sekalipun kita harus berhemat. So, premium or pertamax? Mana aja boleh ;). Cpr.

Posting Komentar

0 Komentar