Wacana : Pemulung di Gaji Rp 2.200.000,-

Tidak kaget ketika membaca judul artikel berita pada suatu surat kabar online, bahwa ada wacana pemerintah daerah DKI Jakarta akan memberikan gaji kepada pemulung sebesar jumlah tertentu. Angka yang diberikan itu menurut saya bisa dibilang angka penghasilan standar yang biasa diterima pekerja sektor informal, bahkan sektor formal. Saya saja yang bekerja di sektor formal yang membutuhkan kualifikasi pendidikan tinggi hanya digaji Rp 2.000.000,-, nah angka yang sama ini juga akan didorong pemerintah DKI Jakarta memperjuangkan nasib pemulung.
Bagi saya, apa yang dilakukan pemda ada baik dan ada buruknya. Buruk dalam arti ada dampaknya bila ini dilakukan, justru akan menjadi daya tarik masyarakat miskin di sekitar Jakarta berurbanisasi ke Jakarta. Sehingga jika memang program ini dilakukan, pemda harus siap dengan regulasi atau pelaksanaan kepatuhan akan aturan yang lainnya dalam rangka menekan angka urbanisasi. Karena kalau tidak, masalah kepadatan di Jakarta tidak akan pernah terurai.
Berdasarkan informsi yang saya baca, wacana ini muncul melihat dari ketidakefektifan penanganan sampah yang ada di Jakarta. Ketidakefektifan dari sisi biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh. Penanganan sampah di Jakarta juga jadi masalah yang tidak kalah penting, karena masalah sampah juga berdampak dengan masalah-masalah lainnya.
Penanganan sampah di Jakarta selama ini juga ditangani pihak swasta. Menurut pemda, anggaran untuk membayar pihak swasta dalam rangka pembersihan sampah sebesar Rp 90 miliar. Jumlah ini belum termasuk biaya sewa alat sebesar Rp 135 miliar. Sebuah harga yang cukup mahal untuk membersihkan sampah dengan hasil yang tidak optimal. Menurut saya juga apa yang telah dikeluarkan pemda Jakarta hanya sebuah pemborosan dan hanya menguntungkan pihak swasta saja, toh dampak dari sampah tetap dirasakan warga Jakarta. Melihat dari persoalan itu, pemda DKI Jakarta hendak memanfaatkan potensi yang ada di Jakarta. Di Jakarta sumberdaya pemulung tidak akan ada habisnya, di tiap sudut kota selalu saja ada pemulung dan mereka tidak pernah kehabisan sampah yang dijadikan sumber penghasilan.
Bagi sebagian orang memang sampah bisa jadi sumber penghasilan yang tidak sedikit, karena sampah itu tidak akan pernah habis selama manusia melakukan produksi dan konsumsi, apa pun itu hasil produksinya atau sisa konsumsinya.
Sering saya melihat pemulung, sejak matahari terbit mereka sudah berangkat mendorong gerobak besi atau gerobak kayu mereka. Ketika berangkat gerobak mereka hanya gerobak kosong, tetapi nanti ketika sore menjelang, mereka sudah mengumpulkan barang-barang tertentu. Inilah yang sebenarnya bisa dijadikan peluang, bila pemda mau memanfaatkan mereka untuk tujuan yang baik. Yaitu memberi kepastian penghasilan bagi para pemulung itu dan memperbaki kesejahteraan mereka.
Bila pemda mau mengkoordinir mereka (pemulung) untuk lebih manusiawi dalam bekkerja serta memberikan penghargaan yang layak, saya yakin mereka juga akan bekerja dengan baik. Pemda berencana menyiapkan 2000 orang pemulung yang akan disebar di wilayah Jakarta. Pemulung ini akan dijadikan pegawai honorer. Biaya yang dikeluarkan akan lebih efisien dan kesejahteraan masyarakat mariginal juga bisa terperhatikan.
Masalah pendataan pemulung yang akan dipekerjakan itu wajib diperhatikan, karena jumlah yang pemda butuhkan sebanyak 2000 orang itu di Jakarta menyediakan lebih dari jumlah itu. Saya yakin itu, karena pekerjaan sebagai pemulung di Jakarta sepertinya menjadi daya tarik bagi masayarakat kecil lainnya untuk dipekerjakan sebagai pemulung karena iming-iming penghasilan.
Sebelum wacana ini muncul, saya pernah memikirkannya, melihat petugas-petugas kebersihan di jalan. Mereka sepertinya dikoordinir oleh perusahaan swasta. Pikiran yang langsung tertuju pada penghasilan mereka itu berapa sih? Kenapa tidak diberikan penghasilan lebih untuk mereka mengerjakan pekerjaan kebersihan. Sekarang, masyarakat terlihat menganggap remeh pekerjaan ini, karena kebanyakan orang menganggap pekerjaan ini tidak ada penghargaannya dalam soal pendapatan. Nah, coba saja berikan penghasilan yang lebih, saya yakin mereka akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan mereka. Bila ada yang tidak melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya, pengelola mereka bisa lebih tegas memberi sanksi. Kini pemda DKI Jakarta sudah berpikir ke arah sana. Mudah-mudahan bisa segera digodok sehingga dengan satu obat bisa menyelesaikan beberapa masalah yang ada.
Seperti yang pada paragraf sebelumnya saya ungkapkan, program ini juga akan punya dampak kelanjutannya. Dampaknya itu justru akan mengundang daya tarik urbanisasi bagi masyarakat ekonomi lemah dari daerah-daerah penopang Jakarta. Hal ini juga patut diperhatikan pemda, karena kalau tidak diperhatikan makan prinsip slogan Pegadaian "menyelesaikan masalah tanpa masalah" tidak akan terwujud. Pemda DKI Jakarta juga rupanya tengah menyiapkan wacana lainnya yaitu pembatasan penggunaan premium di wilayah DKI Jakarta. Wacana ini sepertinya juga akan sedikit menekan urbanisasi ke ibukota. Mudah-mudahan saja apa yang dicanangkan bisa berdampak positif bagi masayarakat. Cpr.
 

Posting Komentar

0 Komentar