Kura-kura brazil (red
eared slider), dengan nama latin Trachemys Scripta Elegans sering
kita jumpai dijual di pet shop. Kura-kura brazil ini termasuk hewan peliharaan
yang tidak rewel atau mudah dipelihara, tidak perlu perawatan khusus, asal
diberi makanan cukup dan menjaga kebersihan air kolam/ aquarium tempat
hidupnya.
Saya pun memelihara
kura-kura jenis ini, sehingga saya bisa berkata demikian. Saya mulai pelihara
kura-kura jenis ini sekitar tahun 2007. Saya beli dari sebuah toko ikan di
Pasar Kanoman, Cirebon dengan harga Rp 15.000,00 / ekor.
Saya membeli dua ekor
ketika itu, namun yang seekor tidak dapat bertahan hidup lama. Mungkin ketika
saya beli saya kurang teliti melihat kesehatan kura-kura yang saya beli. Ketika
itu ukurannya kecil sekali, tepatnya seukuran jam tangan orang dewasa
karapasnya (tempurung).
Kura-kura ini saya namai
“kur-kur”. Nama yang aneh memang, tapi saat itu sebutan pertama yang terucap,
sehingga saya pakai sebagai nama kura-kura peliharaan saya itu. hi hi hi
Pada tahun itu saya masih
menempuh studi di Purwokerto. Sebagai teman selama merantau, saya bawa kur-kur
ini, untuk saya rawat di sana. Di kosan, saya tempatkan kur-kur pada wadah
nampah. Karena waktu itu kur-kur masih sangat kecil sehingga tidak mungkin
keluar dari wadah nampah itu. Di nampah itu saya berikan air sedikit dan
beberapa lembar daun sebagai tempat persembunyiannya. Makanan yang saya berikan
ketika itu hanya pelet ikan.
Makin lama, makin tumbuh
besar, sehingga nampah itu bisa dia (kur-kur) lewati. Jadi selama di kamar kos
itu, kur-kur bebas menjelajah sudut-sudut di kamar kos. Hobinya menjelajah,
keluar masuk kolong lemari, naik ke tempat tidur (saat itu tempat tidur
lesehan).
Selama memelihara kur-kur
ini saya selalu membiasakan melepas bebas, selama masih dalam batas pengamatan
di kamar, agar kur-kur ini mengenal manusia dan tidak takut ketika disentuh
atau dipegang. Berhubung pula kotaran dari kur-kur ini tidak begitu mengganggu
saya.
Makin lama makin besar,
kur-kur ini saya pindahkan dari nampah ke teko air. Nah selama di pelihara di
teko air ini kur-kur hidup berenang sehari-harinya, karena di teko air ini
tidak ada tempat landai yang kering. Sehingga aktivitasnya hanya berenang.
Saat dipelihara di teko
ini makanannya mulai saya variasikan, saya mulai memberikan benih lele dan
tetap memberi pelet. Pemberian makanan hidup dengan maksud agar kur-kur cepat
besar, dan membiasakan berburu makanan alaminya yaitu ikan atau serangga.
Pemberian makan dengan
benih lele ini juga dijadikan hiburan buat saya. Ketika kur-kur mulai berburu,
terlihat menarik. Setiap sepulang kuliah, siang hari saya memberinya makan
benih lele ini, saat benih lele saya cemplungkan ke teko air, langsung kur-kur
berenang mengejar lele-lele kecil itu. Dengan sekali ‘hap’, lele masuk ke dalam
mulutnya. Karena tubuhnya masih kecil sehingga tubuh lele yang masuk hanya
setengahnya.
Sebenarnya niat
memelihara kura-kura sebenarnya adalah karena saya punya angan-angan ‘gila’,
suatu saat kura-kura yang saya pelihara ini menjadi besar, sehingga saya bisa
menaiki karapasnya, seperti di film Kera Sakti.
Kur-kur piaraanku | [Sumber : Dokumentasi cocoper6] |
Kini kur-kura sudah
tumbuh besar, saat saya selesai studi di Purwokerto tahun 2009, ukuran kur-kur
sudah cukup besar, tepatnya seukuran gadget blackberry gemini. Saat
sudah berukuran besar itu saya lebih sering mengajaknya jalan-jalan, bahkan
ketika jam kuliah pun saya suka membawanya ke dalam ruang kuliah, tanpa
sepengetahuan dosen pastinya.
Selama saya memelihara
kur-kur ini tidak pernah dia mengigit saya, ketika saya pegang atau saya lepas
bebas di kamar, ketika saya tidur pun kur-kur hanya berkeliling menjelajah
sudut kamar, bahkan menaiki tubuh saya ketika tidur. Sekali dia mengigit anak
kecil yang coba memainkannya dan ingin mengambilnya dari sebuah akuarium kecil,
anak kecil ini digigit sampai berdarah. #kasiandehlu
Ada hal yang menarik dari
kura-kura brazil yang saya pelihara ini. Ketika dia lelah menjelajah sudut
kamar, kur-kur ini naik ke atas kasur atau bantal, dan setelah itu dia
meregangkan keempat kakinya untuk istirahat dan tidur. Tingkah laku ini yang
membuat saya terhibur ketika menemani saya mengerjakan skripsi saat itu. Ada
lagi, ketika karapas bagian belakang (dekat ekor) saya garuk-garuk dengan kuku,
si kur-kur ini seperti bergerak-gerak bagian ekornya, seperti menungging gitu.
Lucu sekali ketika melihatnya seperti itu. Gerakan itu saya sebut dance
‘oyeg-oyeg’, sebutan yang aneh memang. Tapi sesuai kebiasaan saya menggunakan
istilah asing. he he he
Tahun 2009 akhir, kur-kur
saya bawa pulang ke Cirebon, sejak itu pula saya jarang memelihara dari dekat.
Kur-kur saya taruh di sebuah kolam, saya satukan dengan kura-kura lain, yang
kebetulan dibeli lebih dulu, sehingga ukurannya jauh lebih besar. Kura-kura
yang dipelihara di rumah itu berbeda sekali cara memeliharanya, karena dari
dulu dipelihara di kolam, sehingga ‘takutan’ dan ganas.
Ada satu hal lagi yang
saya amati dari tingkah laku hewan ini. Hewan ini menurut saya adalah hewan
yang solider dan merasa kehilangan ketika teman satu habitatnya hilang/ pergi/ mati.
Kur-kur ini sempat punya
teman dulu sewaktu dipelihara di kos-kosan, kebetulan adalah kura-kura betina.
Ketika dipelihara di aquarium kecil kedua kura-kura ini sering berburu bersama,
rebutan makanan bersama. Suatu ketika, kura-kura betinanya hilang entah kemana,
dugaannya dimakan kucing. Setelah kepergian kura-kura temannya itu, si kur-kur
nampak lain, tidak seperti biasa. Ketika diberi makan pun tidak seperti dulu,
‘gragas’. Lebih banyak diam dan berenang saja. Dari situ saya berpikir bahwa kura-kura ini hewan yang
solider dan merasa kehilangan ketika teman satu habitatnya hilang/ pergi/ mati.
Hal yang sama juga terjadi pada kura-kura yang di rumah. Tapi kawan sehabitat
kura-kura di rumah waktu itu diberikan pada tetangga bukan mati. Tingkah
lakunya pun juga berubah, lebih banyak diam tidak seperti biasanya.
Sekarang kur-kur hidup di
sebuah kolam di rumah, tidak besar kolam itu, hanya diisi air sedikit saja
untuk berendam.
Oh ya, ada satu lagi,
kura-kura ini tidak bisa makan di habitat kering, jadi harus di tempat dengan
air tergenang. Karena ketika di darat, saat saya berikan makanan ikan, tidak
dimakan. Tapi ketika saya berikan di dalam air yang tergenang, baru ikan yang
saya beri dimakan.
Angan-angan saya
mempunyai kura-kura raksasa sepertinya tidak akan terwujud, soalnya sudah tahun
kelima ukurannya tak kunjung membesar. Mungkin memang jenis yang berbeda. Lalu
pertumbuhannya jadi lambat mungkin juga karena makanannya, karena hanya
diberikan pelet ikan saja. Hanya sesekali jika sepulang saya memancing ikan di
laut, saya berikan sedikit ikan hasil pancingan.
Meskipun tidak dapat
terwujud menjadi kura-kura raksasa, mudah-mudahan umurnya bisa sampai nanti,
sampai saya berkeluarga. Dan saya bisa membuktikan bahwa kura-kura merupakan
hewan yang mempunyai umur hidup yang panjang.
Kur-kur dengan temannya | [Sumber : Dokumentasi cocoper6] |
Oh ya, ada lagi yang
terlupa. Di umurnya yang kira-kira sudah lima tahun itu, kur-kur belum pernah
kawin, kebetulan kur-kur saya adalah jantan, ditunjukkan ekornya yang lebih
panjang. Kebetulan pula yang di pelihara di rumah juga jantan. Jadi mereka
menjadi pasangan jomblo atau jangan-jangan pasangan ‘gay’ ? ha ha ha
Begitulah kira-kira kisah
hidup kura-kura brazil peliharaan saya. Hanya sekedar share dan berbagi
kisah. Cpr.
3 Komentar
ak juga punya per.... tp di boyolali skg pengen melihara yg di pwkt tp gk boleh ma bini knapa ya? kan gk gigit lucu.....
BalasHapusIki Adi Milba tho?
HapusDikei jeneng tho ;0 ha3x ... Boyolali itu yang mencirikan mu ...
Salam bwt kura2 mu nang Boyolali ya ...
Kura2 punya ku wes gede ...
Gan.... Wa ad kura2 ambon...
BalasHapusNah masalahnya sekrang klu tidur di dalem air ato darat y...
Mklum baru mulai pelihara jd byk g tw...
Tlg y reply... Kasihan kura kura wa g tw mw diapain klu dah malem
Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6