Sewa Lahan Pertanian


Sebuah konsep peningkatan dan pengelolaan pertanian yang sepertinya baik, bila pemerintah melalui konsorsium BUMN mau menggarapnya dengan baik juga. Sebaik apapun konsep bila dalam penerapan tidak berjalan baik, hasilnya akan tidak bermanfaat. Pengelolaan pertanian ini berkenaan dengan penyewaan lahan petani. Ini merupakan kebijakan terobosan dalam bidang pertanian. Itu gambaran umum yang saya baca di Kompas, 14 Mei 2011 di rubrik Ekonomi, berjudul “Petani Minta Insentif : Sewa Lahan Bisa Dilakukan”.
Terobosan ini dilakukan dalam rangka mengamankan produksi beras nasional serta mengamankan cadangan pangan nasional di Perum Bulog. Sebuah terobosan yang lahir karena adanya target produksi padi tahun 2011 sebesar 70,6 juta ton gabah kering giling.
Konsepnya, pemerintah melalui konsorsium BUMN sebagai pemodal dan pengelola akan menyewa lahan milik petani. Pemodal sekaligus pengelola sawah adalah BUMN, yakni PT Pertani (200.000 hektar), PT Sang Hyang Seri (200.000 hektar), PT Pupuk Sriwidjaja (holding) 100.000 hektar, dan PT Perhutani (70.000 hektar). Modal produksi diambil dari dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan program kemitraan dan bina lingkungan perusahaan BUMN. Kerjasama akan dilakukan menggunakan sistem tertutup dengan Perum Bulog sebagai pembeli siaga (offtaker).
Diharapkan dengan konsep terobosan ini, bisa memberikan keuntungan yang lebih bagi petani dibandingkan saat petani mengelola lahannya sendiri. Karena kita tahu, selama ini petani selalu mengalami kesulitan baik  produksi, hingga saat menjual hasil produksinya. Harga jual dengan biaya produksi yang tidak sesuai menyebabkan petani terus merugi. Dengan dikelolanya lahan oleh konsorsium ini hambatan soal dana, pengembangan teknologi pertanian dan distribusi, menjadi minim, sehingga produktifitas menjadi tinggi.
Penyewaan lahan oleh pemerintah ini juga secara tidak langsung mengamankan lahan pertanian agar tidak berubah fungsi. Kita tahu banyak lahan pertanian kini telah beralih fungsi. Karena bila lahan pertanian semakin sedikit, usaha menggenjot peningkatan produktivitas pertanian terutama dari sektor padi sangat sulit dan berat, melihat hambatan-hambatan lain di dunia pertanian padi yang belum mampu diatasi. Lahan yang disewa ini juga akan jelas peruntukkannya yaitu untuk pertanian.
Petani pun sebenarnya terpaksa menjual lahannya, karena biasanya petani menjual lahannya untuk menutupi biaya-biaya yang tidak bisa ditutupi dari hasil mengolah lahannya. Dengan konsep sewa ini akan memberikan angin segar bagi petani kalau dilaksanakan dengan baik dan pola pembagian keuntungan yang transparan. Bagi petani sendiri pun ada kejelasan nasib dan pendapatan dari hasil sewa ini. Petani mengharapkan kepastian, karena selama ini selalu hidup dalam ketidakpastian.
Indonesia masih punya cukup lahan potensial untuk mengembangkan pertanian. Indonesia dahulu dikenal sebagai negara agraris, diharapkan mampu hidup dari potensi agraris yang dimiliki. Ketergantungan akan impor beras bisa sedikit demi sedkit dikurangi dan yang terpenting adalah perbaikan kesejahteraan petani itu sendiri. Sekali lagi, konsep yang baik bila tidak dilaksanakan dengan baik akan percuma, tidak akan memberi manfaat yang maksimal. Perbaikan serta peningkatan produktivitas pertanian harus segera dilakukan agar ketahanan pangan bangsa ini kuat, sehingga masalah pangan yang terjadi dikemudian hari tidak mengganggu bangsa ini.
Masih menanggapi hal yang sama, konsep ini hendaknya berlaku nasional, terutama di daerah-daerah lumbung beras. Usaha pemerintah ini harus didukung semua pihak termasuk di daerah. Masih di koran yang sama hari ini, di rubrik Nusantara ada hal yang terjadi sebaliknya. Lahan pertanian yang harusnya dimanfaatkan semestinya malah sengaja dialih fungsikan. “Petani Terancam Tambang Pasir Besi”, begitu judul beritanya. Petani di Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah tengah memperjuangkan nasib mereka. Mereka terancam kehilangan lahan garapan akibat rencana penambangan pasir di kawasan pesisir selatan Kebumen.
Masalah ini lahir ketika Pemkab Kebumen tetap mengizinkan eksploitasi pasir besi di Mirit. Pemkab Kebumen telah menerbitkan ijin operasi produksi pasir besi kepada PT Niagatama Cemerlang, Jakarta. Lokasi yang dikuasakan seluas 984,79 hektar di wilayah Kecamatan Mirit bagian selatan. Disinilah dukungan semua pihak diperlukan, termasuk pemerintah daerah, bila negara ini ingin memajukan pertaniannya agar swasembada atau ketahanan pangan bisa terwujud, harus fokus dengan apa yang ingin dituju. Kini nasib 2000 petani  di wilayah Mirit terancam. Pemerintah daerah hendaknya meninjau ulang izin tersebut agar petani tidak selalu menjadi korban. Cpr.

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Kekawatiran dari petani penggarap muncul, seperti yang diberitakan Kompas, 21 Mei 2011, "Petani Khawatir Kehilangan Penghasilan". Di berita disebutkan petani di Purwakarta mencemaskan nasib mereka dengan terobosan sistem sewa lahan oleh konsorsium ini. Wajar bila petani khawatir, karena seperti biasa tiap kebijakan pertanian tidak pernah memberikan ketenangan bagi petani.
    Program yang baik bila direncanakan dan tidak dilakukan sebagaimana mestinya akan tak berarti apa-apa, oleh karena itu, awal-awal sosialisasi merata terhadap petani di seluruh Indonesia harus dilakukan, sehingga terobosan ini bisa efektif dilakukan. Dan petani tanpa ragu mendukung terobosan ini. Menteri Pertanian juga jangan hanya berkata ada jaminan pendapatan bagi petani. Petani sudah bosan dengan kata-kata, petani butuh bukti. Ini update terbaru dari mengenai postingan di atas, informasi selanjutnya menyusul.

    BalasHapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6