Kisah St. Tarcisius, St. Pelindung Misdinar


Misdinar atau Putra-Putri Altar merupakan salah satu bagian dalam perayaan Ekaristi untuk membantu pelayan misa. Misdinar ini diberi tempat khusus untuk membantu Imam melayani misa. Misdinar terlihat ada di bagian depan altar dan sering sekali terlihat mendampingi Imam di altar. Itu yang saya lihat dan alami sewaktu saya menjadi Misdinar di Paroki Bunda Maria, Cirebon. Memang awalnya menjadi Misdinar diawali dengan paksaan karena sekolah, tetapi lama-kelamaan saya menikmatinya. Saya mulai aktif saat saya kelas tiga SMP, hingga lulus SMA. Pengalaman yang luar biasa bisa saya alami di sini, rasa bangga selalu ada kala melihat Misdinar yang melayani misa dimana pun. Dalam hati selalu berkata : “Dulu saya pernah ada di sana.” Bangga sekali rasanya memakai jubah putih, membantu perayaan misa, apalagi saat perayaan besar seperti Paskah dan Natal. Dengan membawa wirug, dupa, lentera, atau salib. Dan juga membunyikan lonceng atau gong, membunyikan lonceng besar gereja. Tugas-tugas itu pernah saya lakukan saat menjadi Misdinar kala itu.
Santo Tarcisius
Selama jadi Misdinar saya selalu mendengar nama Santo pelindungnya, St. Tarcisius, namun kisahnya tidak begitu saya ketahui. Saya hanya tahu beliau adalah Martir yang melindungi Sakramen Mahakudus sampai akhir hayatnya dari orang-orang yang ingin merusaknya. Hanya itu sepenggal kisah yang saya ketahui tentang beliau. Maka kini saya ingin mencari tahu kisahnya dari berbagai sumber, dan saya tuliskan kembali di rumah virtual saya untuk sekedar berbagi. Untuk link-nya saya cantumkan di bawah postingan ini.
Pada abad pertama sampai keempat, orang-orang Kristen yang berada di bawah kekuasaan Roma sering kali mendapat penekanan yang sangat keras. Mereka tidak boleh mengikuti misa kudus secara terang-terangan. Bila kedapatan oleh tentara Romawi, mereka akan ditangkap dan dihukum. Bila mereka tetap berkeras mempertahankan iman mereka akan Yesus yang bangkit, maka mereka akan dihukum mati. Meskipun hidup dalam situasi demikian, ada begitu banyak orang yang tak segan-segan menghidupi iman mereka akan Yesus yang bangkit secara terang-terangan.
Tarcisius tinggal di Roma, Italia. Dan ia pun mengalami yang dialami orang Kristen saat itu. Ketika ia berumur sepuluh tahun, ia bersama ibunya seperti biasa mengikuti misa pagi. Misa pagi dilakukan di tempat yang tersembunyi. Setelah memastikan sekelilingnya aman, Tarcisius mengetuk sebuah dinding batu, di sanalah pintu masuk menuju sebuah kapela kecil di bawah tanah yang sangat rahasia, tempat ini sering disebut katakombe. Mereka berjalan merangkak seakan merangkak masuk, dan di sana ditemukan bagitu banyak umat yang sedang berdoa.
Tak lama kemudian muncul seorang Imam dan mereka secara bersama-sama merayakan perjamuan Tuhan. Tarcisius merasa amat bahagia bila ia menerima Tubuh Kristus, dan setiap kali mendengar Imam berkata : “Makanlah dan minumlah, Inilah TubuhKu, Inilah DarahKu” Tarcisius merasa damai. Namun hari itu, setelah misa selesai, Imam melihat sekeliling dan berseru “Sama seperti saudara kita yang rela mati demi iman akan Tuhan yang bangkit dan saat ini sedang dalam penjara itu, besok akan dilemparkan ke tengah singa lapar. Mereka cuma berharap agar sebelum mereka mati di mulut singa-singa lapar itu,  mereka menerima santapan kekal, Tubuh Tuhan yang Mahakudus. Siapakah yang rela menuju penjara untuk menghantar Ekaristi kudus ini?”
Mendengar hal ini umat saling memandang ketakutan. “Pastor engkau tak boleh pergi karena para serdadu sedang berusaha menangkap engkau”, umat berkata. Dari umat itu ada seorang serdadu Roma yang baru saja bertobat, mantan serdadu ini menawarkan diri untuk pergi ke penjara. Namun tak diijinkan karena mantan serdadu ini pun sedang dicari untuk ditangkap. Tarcisius merasa bahwa ia mampu melaksanakan tugas mulia itu. Tanpa bersuara, ia menengadah ke arah ibunya. Ibunya mengerti maksud Tarcisius dan menganggukkan kepala.
Tarcisius berdiri dan berkata : “Bapak Pastor, biarkan aku menuju penjara membawa Tubuh Kristus buat sesama saudara kita di sana”. Pastor itu pun menjawab : “Engkau masih begitu kecil. Kalau serdadu Romawi menangkapmu, apa yang akan kau buat?” Tarcisius tetap meyakinkan Pastor itu, “Bapal Pastor, percayalah. Saya akan berhati-hati, dan akan menjaga Ekaristi Mahakudus ini tiba dengan selamat”. Melihat keberanian Tarcisius, Imam lalu membungkus Sakramen Mahakudus itu dan diberikannya kepada Tarcisius.
Perjalanan melewati daerah serdadu Romawi aman. Namun justru saat melewati sebuah lapangan, di sinilah hambatan datang. Di sana ada sejumlah anak-anak yang sedang bermain. Mereka teman-teman Tarcisius. Tarcisius pun diajaknya bermain, namun Tarsisius menolaknya, penolakan ini disambut lain oleh teman-temannya. Mereka datang mengerumuni Tarcisius, melihat Tarcisius memegang sesuatu di tangan, mereka menarik tangan Tarcisius untuk berusaha melihat apa yang ada di dalamnya. Tarcisius tidak melepaskan tangannya, ia bahkan semakin kuat mempertahankan apa yang sedang dipegangnya. Karena itu ia terjatuh ke tanah. Satu diantara anak-anak itu kesal, karena tidak berhasil melepaskan tangan Tarcisius, dan berkata : “Mari saya buktikan siapa yang paling kuat.” Ia mengambil batu dan dilemparkannya ke arah Tarcisius. Tangannya tetap tak terbuka. Kini ia semakin kuat memeluk Sakramen Mahakudus ke dadanya. Anak-anak itu semakin marah dan brutal, mereka merajam Tarcisius dengan batu berkali-kali. Tak beberapa menit, Tarcisius sudah tak sadarkan diri. Tiba-tiba ada suara berkata : “Stop! Mengapa kamu manganiaya seseorang secara kasar?”
Ternyata suara itu berasal dari serdadu Romawi yang bertobat, yang awalnya menawarkan diri membawa Sakramen Mahakudus. Mantan serdadu ini ternyata mengikuti dari kejauhan. Ia berlari ke arah Tarcisius dan memeluknya dengan perasaan sedih. Ia menggendong Tarcisius yang sudah tak sadarkan diri di pangkuannya. “Tarcisius, Tarcisius.” Panggilnya dengan suara halus. Tarcisius membuka matanya yang memar dan berkata : “Tubuh Kristus masih ditanganku.” Setelah mengatakan kata-kata itu, Tarcisius menghembuskan nafasnya.
Demikianlah Tarcisius wafat, ia wafat sebagai martir cilik pada pertengahan abad ketiga. Ia dimakamkan dalam Katakombe Paus St. Kalistus yang terletak di Appian Way. Tarcisius menjadi seorang kudus cilik. Ia diangkat oleh gereja menjadi pelindung putra dan putri altar/ misdinar dan kita kenal sebagai Santo Tarcisius. Pesta St. Tarcisius diperingati setiap 15 Agustus.
Kisah santo-santa yang kita baca bisa menjadi pengetahuan kita tentang orang-orang kudus gereja, lebih penting lagi teladannya bisa kita contoh. Kehidupan imannya akan tetap hidup. Terutama bagi kita yang menyandang nama kudusnya. Diharapkan kita bisa mencontoh teladan iman santo-santa tersebut dan selalu berada dalam lindungan doanya. St. Tarsisius doakanlah kami. Gbu.

Sumber :
Santo Tarsisius diakses tanggal 12 Mei 2011
Pondok Renungan-Santo Tarsisius diakses tanggal 12 Mei 2011

Posting Komentar

0 Komentar