Kisah Dua Insan dalam LDR


Siapa yang tidak tahu istilah LDR (=long distance relationship), bagi yang pacaran pasti tahu. Kalau bahasa Indonesianya PJJ (=pacaran jarak jauh). Ya dari kedua singkatan itu menyatakan sebuah hubungan cinta atau kasih sayang yang dilakukan dua orang yang terpisah, ya lebih ke yang pacaran tentunya. Dua orang di sini saya pertegas antara laki-laki dan perempuan. Soalnya  sekarang ini banyak juga hubungan sesama jenis, dan tidak jarang mereka memakai istilah yang sama. Meskipun intinya sama saja yakni hubungan jarak jauh tapi kan tidak normal.
Hubungan percintaan jarak jauh memang penuh resiko putus/ bubaran, meskipun hubungan jarak dekat terjalin sudah lama. Meskipun begitu ada juga pasangan yang mampu melaluinya dengan baik. Banyak hal yang menjadi penyebab bubaran itu, dari faktor intern maupun ekstern mereka yang menjalin hubungan. Tapi di sini saya bukan membicarakan faktor-faktor itu. Tapi saya ingin memberikan/ share cerita tentang sebuah hubungan LDR, mungkin ada pesan yang bisa diambil untuk pelajaran kita yang sedang menjalani LDR atau yang akan menjalaninya. Begini ceritanya :
Ada dua insan, laki-laki dan perempuan. Dua orang ini sudah saling mengenal dulu semasa kuliah, relasi senior dan junior. Pertemuan diawali di organisasi kampus, awal-awal memang tidak ada rasa diantara mereka. Tapi waktu berlalu, hingga mereka berdua pergi ke tempatnya masing-masing untuk mengadu nasib. Yang laki-laki berada jauh di Kalimantan dan yang perempuan memilih Jakarta sebagai tempat mengadu nasibnya. Entah karena sebab apa, hubungan mereka mulai terjalin, intens,  sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin hubungan, pacaran. Pasangan ini terlihat senang dengan ikatan yang telah terjadi, meskipun jarak memisahkan mereka. Terutama si gadis sangat senang. Jarak tak menjadi masalah buat mereka dan memang tidak dipermasalahkan. Mereka berjanji akan bertemu, karena sejak mereka resmi jadian, dilakukan jarak jauh, mereka ingin bertemu. Jakarta akan dijadikan tempat pertemuan itu, menunggu si laki-laki dapat cuti panjang.
Sebuah hubungan akan semakin dewasa bila pasangan itu mampu menyelesaikan masalahnya. Masalah dalam percintaan memang bumbu-bumbu yang bisa mempererat kedekatan pasangan itu sendiri atau bisa menjauhkan. Hubungan mereka berlanjut, masing-masing pasangan mulai belajar mengenal karakter masing-masing meskipun hanya sebatas percakapan telepon saja.
Tibalah suatu saat mulai muncul masalah, saya kurang tahu apa masalahnya. Masalah itu membuat mereka tidak berkomunikasi cukup lama. Si laki-laki juga tidak ada itikad menghubungi si gadis begitu pun sebaliknya. Mungkin ada perasaan gengsi atau apa, saya hanya menerka. Si gadis pun sama, dia hanya menunggu, karena dia merasa tidak melakukan kesalahan sehingga masalah ini muncul. Prinsip si gadis, “lelaki lah yang mengawali”. Jeda komunikasi yang cukup lama, menimbulkan celah perasaan dalam hati si gadis, timbulah kekosongan.
Waktu terus berjalan, si gadis masih dalam penantian yang tidak jelas. Padahal beberapa hari lagi janji pertemuan akan segera tiba. Dalam kekosongan itu, ada laki-laki lain yang intens mendekati, mungkin si perempuan dan laki-laki ini sering bertemu dan komunikasi dan akhirnya akrab. Rupanya laki-laki ini menaruh hati pada si gadis. Gadis ini pun bimbang, dia bingung. Saat ada yang mendekat, tidak ada orang dekatnya membantu mengambil keputusan. Kekasihnya yang bisa dijadikan pendengar keluh-kesah juga tak kunjung menghubungi. Mungkin bila saat itu hubungan mereka akur, mungkin tidak ada celah untuk laki-laki lain ini, namun kenyataan berkata lain. Akhirnya si gadis memutuskan untuk memulai kisah yang baru.
Akhirnya kini si gadis punya belahan hati baru, celah kekosongan itu kini terisi dengan lembaran baru. Proses cinta sebelumnya yang membuat cintanya tergantung, kini mulai diturunkan dan mungkin akan segera ditinggalkan. Kini hari-hari si gadis bisa kembali dijalani dengan ceria. Si gadis punya banyak pelajaran yang bisa dia ambil dari hubungan sebelumnya. Hari-hari ceria yang dijalani sebenarnya belum benar-benar bisa dinikmati, masih ada persoalan si laki-laki dan si gadis yang harus di-clear-kan. Mereka memulai baik-baik dan harus diakhiri baik-baik, itulah kata-kata klise yang sering terucap saat pasangan menyatakan bubaran.
Entah apa yang ada dipikiran si laki-laki saat mengetahui itu semua? Apa dia berhak marah? Yang pasti, sesuatu akan dia terima adalah penyesalan. Penyesalan akan menanti si laki-laki, kalau memang benar si gadis memang tambatan hatinya. Si gadis pun kembali akan menemui pilihan. Semua ada di tangan si gadis. Karena ada kalimat klise “perempuan adalah memilih, memilih mana yang terbaik, yang bisa membahagiakannya.” Meskipun laki-laki bisa memilih perempuan mana yang akan menjadi tambatan hatinya, tetapi keputusan menerima atau tidak ada di tangan perempuan. “Lak-laki memilih, perempuan menentukan, dan Tuhan menetapkan.”
Cerita ini saya dengar dari teman dan saya melihat dan mendengar sepintas lalu, namun secara umum begitulah gambarannya. Mungkin ada hal-hal kecil di dalamnya yang saya tidak tahu, karena itu hanya yang terlihat dari luar. Dari cerita itu kita bisa sedikit belajar. Meski cerita ini hanya saya peroleh dari satu pihak, yakni perempuan. Sebenarnya tidak bermaksud berpihak kepada salah satu dari mereka, tetapi menurut subjektivitas saya, dalam suatu hubungan laki-laki harus bertindak sebaik mungkin, jangan buat kesalahan dalam hubungan. Jadi saat terjadi masalah, tidak ada kesalahan yang bisa ditimpakan pada si laki-laki. Ataupun bila si perempuan pun tidak melakukan kesalahan, tetapi mereka terkendala masalah, berarti masing-masing memang keras, dan sepertinya akan sulit disatukan. Itu subjektivitas saya, saya laki-laki. Saya punya prinsip dalam menjalani hubungan selalu berusaha melakukan yang terbaik, dan sedikit mungkin berbuat salah yang membuat hati pasangan kita terluka/ bersedih. Karena saya tahu perempuan itu memilih, yang terbaiklah yang akan dipilihnya. Laki-laki memang bisa juga memilih mana perempuan yang ingin dijadikan pasangannya, tetapi perempuan yang menentukan.
Saya bisa ambil pelajaran dari cerita itu, yang utama dalam LDR adalah komunikasi, komunikasi adalah nomor satu. Kedua mungkin, perasaan gengsi coba untuk dihilangkan, selalu mengalah. Ketiga, tetap percaya pada pasangan kita. Keempat, takut kehilangan, tapi janganlah berlebihan sehingga bernuansa cemburu buta. Kelima, jika punya janji penuhilah, jangan buat perempuan menunggu.
Pertama, komunikasi. Komunikasi buat saya menjadi yang terpenting melihat cerita di atas. Mungkin hanya sekedar say Hello, tanya kabar, ungkapkan rasa kangen atau sayang, menanyakan masalah yang dihadapi atau apapun. Saya pun pernah alami masalah serupa, meski tidak lama, tidak komunikasi selama kurang lebih seminggu. Biasa karena ada masalah, terutama dari saya, saya takut menghubungi pacar saya, saya takut dimarahi karena suatu hal. Karena saat pacar saya marah saya seperti tidak bisa berbuat apa-apa untuk menenangkannya karena terkendala jarak. Cuma cara yang saya ambil adalah cara yang salah. Seminggu berlalu tanpa komunikasi, meskipun saya tetap memperhatikan aktivitas dia melalui fb. Komunikasi mulai terjalin lagi bukan saya yang memulai, tapi pacar saya. Saat itu rasa senang sekali, tapi sekaligus malu, kenapa yang memulai bukan dari saya sendiri, kenapa harus dia dulu. Saya masih diberi keberuntungan kali ini. Lain waktu hal ini tidak boleh terulang. Karena jika saya tidak seberuntung ini, mungkin nasib saya bisa seperti cerita tadi. Jadi komunikasi sangat penting, susah, senang, duka, masalah, marah-marah atau luapan semua emosi sudah seharusnya dibagi. Kita sebagai laki-laki jangan iri hati bila hanya perempuan yang sering bercerita tanpa peduli masalah kita. Biarkan saja, dengarkan saja semuanya. Saya yakin, perempuan yang benar-benar mencintai kita akan sadar bila pasangannya punya masalah, dia akan memberi waktu kita untuk bercerita, jadi bersabarlah.
Kedua, hilangkan perasaan gengsi, selalu mengalah. Mungkin kata ‘mengalah’ bagi sebagian laki-laki adalah hal yang tidak penting. Bagi laki-laki, gengsinya adalah nomor satu. Laki-laki punya gengsi yang tinggi. Saya sadar itu, tapi bagi saya pribadi ‘gengsi’ akan menjadi masalah dalam hubungan, oleh karena itu saya mencoba sedikit menguranginya. Bukan berarti saat laki-laki tak punya gengsi menjadi rendah nilainya. Tidak begitu, sifat gengsi ini lebih memunculkan keangkuhan, keras kepala, atau sifat yang tidak baik. Oleh karena itu sifat yang tidak baik ini harus dikurangi bahkan kalau bisa dihilangkan. Caranya yaitu dengan mulai mencoba mengalah. Dari cerita itu pun si laki-laki tidak mau memulai komunikasi terlebih dahulu, mungkin kalau si laki-laki mau mengalah dulu mengajak komunikasi, masalah akan lain. Sama seperti saya dulu, seperti sharing saya tadi di atas, saya masih beruntung, karena pacar saya dahulu yang mengalah menghubungi saya. Tapi keberuntungan tidak datang berkali-kali. Mengalah ini tidak hanya sekedar komunikasi, tetapi dibanyak hal, mengalah ada perlunya.
Ketiga, selalu percaya pada pasangan. Percayalah pada pasangan, percayalah bahwa diri kita selalu jadi bagian di hatinya, selama semuanya berjalan dengan baik, dan semua yang kamu lakukan baik padanya, dijamin pasangan kita tidak akan berpaling. Sekali lagi saya ulang, bahwa perempuan selalu mencari yang terbaik, selama kita selalu berusaha jadi yang terbaik buat pasangan kita, dia akan memilih kita. Meski kita memilihnya, dia yang menentukan.
Keempat, takut kehilangan. Yang keempat ini sebenarnya masih berhubungan dengan yang ketiga. Kita mesti punya ketakutan kehilangan dia, dengan maksud agar kita berbuat yang terbaik untuk pasangan. Rasa ketakutan ini tidak boleh terlalu besar, karena akan menimbulkan cemburu buta. Kita sudah percayakan semua pada pasangan, biarlah itu yang berjalan, tugas kita adalah jangan mengabaikannya. Tetap lakukan yang terbaik, karena rasa takut kehilangan akan menjadi pemacu kita berbuat yang terbaik untuk pasangan.
Kelima, penuhilah janji, jangan buat perempuan menunggu. Betul sekali, janji adalah hutang. Cobalah selalu memenuhinya, meski belum bisa terpenuhi 100% tetapi ada itikad baik 60% dulu lah, tapi sisanya harus bisa dipenuhi nanti. Kita sendiri tidak suka apabila ada seseorang mengikari janji, bila janji tak dipenuhi sama saja dengan bohong. Sama saja, bila kita tidak suka, begitupun pasangan kita. Jadi selalu berusaha tepati janji, meskipun kita sedang dirundung masalah lain, janji tetap harus ditepati. Bila perempuan sudah menunggu, dan terlalu sering menunggu, bisa berbahaya untuk hubungan. “Laki-laki sejati adalah lelaki yang berpegang teguh pada janjinya”, sepertinya ungkapan ini benar adanya.
Itu hal yang bisa saya petik dari pengalaman dan kisah teman saya yang menjalani LDR dan kini berujung kandas. Dari lima hal yang saya sebutkan tadi juga masih dalam proses pembelajaran saya dalam menjalani hubungan. Saya selalu berusaha jadi yang terbaik untuknya (pacar saya). Saya pun pernah sempat mengalami LDR (Crb-Jkt), memang tidak enak rasanya dan berat. Saya masih terus belajar mengerti wanita, karena wanita memang pantas dan harus dimengerti. Cpr.

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Nice sharing. Hal serupa juga saya alami. Saya menjalani LDR juga. Dia tinggal di indramayu tetapi kerja di papua dengan ritme 2 bulan kerja 1 bulan cuti sedangkan saya tinggal di jakarta. Komunikasi, percaya, jujur hal yang junjung dalam hubungan kami. Selama dia di papua, saya selalu yang telp dia karena lebih murah kalau saya yang telp. Swlain telp, bbm oun juga intens. Da kami berencana untuk silaturahmi ke keluarga masing2 setelah dia cuti nanti. Dia bilang juga ketika sampai d rumah, dia akan telp. Akan tetapi tidak seindah rencana. Setelah di sampai rumah (cuti), sudah 2 minggu dia juga tidak telp, bbm pun juga jarang. Sampai beberapa kali saya ingatkan akan janjinya namun dia malah seolah tidak peduli, alasannya sibuk. Intinya komunikasi tidak seintens sewaktu dia lagi tugas. Saya maklum. Akhirnya dia bilang reschedule jadwal silaturahmi ke keluarga. Dan dia minggu depannya. Eh, sudah waktunya dia juga pura2 lupa atau memang lagi sibuk tanpa memberitahu kalau dibatalkan. Akhirnya dia hanya bilang sabar, sabar, janji pasti dipenuhi. Hanya itu saja, jadi seolah2 jadi ngambang semua rencana2 yang telah disusun. Ketika saya tanya selalu begitu. Apakah itu juga termasuk tidak menepati janji? Saya tidak mengerti alasannya apa....

    BalasHapus
  2. Nice sharing. Hal serupa juga saya alami. Saya menjalani LDR juga. Dia tinggal di indramayu tetapi kerja di papua dengan ritme 2 bulan kerja 1 bulan cuti sedangkan saya tinggal di jakarta. Komunikasi, percaya, jujur hal yang junjung dalam hubungan kami. Selama dia di papua, saya selalu yang telp dia karena lebih murah kalau saya yang telp. Swlain telp, bbm oun juga intens. Da kami berencana untuk silaturahmi ke keluarga masing2 setelah dia cuti nanti. Dia bilang juga ketika sampai d rumah, dia akan telp. Akan tetapi tidak seindah rencana. Setelah di sampai rumah (cuti), sudah 2 minggu dia juga tidak telp, bbm pun juga jarang. Sampai beberapa kali saya ingatkan akan janjinya namun dia malah seolah tidak peduli, alasannya sibuk. Intinya komunikasi tidak seintens sewaktu dia lagi tugas. Saya maklum. Akhirnya dia bilang reschedule jadwal silaturahmi ke keluarga. Dan dia minggu depannya. Eh, sudah waktunya dia juga pura2 lupa atau memang lagi sibuk tanpa memberitahu kalau dibatalkan. Akhirnya dia hanya bilang sabar, sabar, janji pasti dipenuhi. Hanya itu saja, jadi seolah2 jadi ngambang semua rencana2 yang telah disusun. Ketika saya tanya selalu begitu. Apakah itu juga termasuk tidak menepati janji? Saya tidak mengerti alasannya apa....

    BalasHapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6